Tempat Wisata NTT Pesona Ngada

Hmm tidak begitu jauh dari tepian timur Pulau Flores, di sebelah barat Maumere, Kabupaten Sikka, adalah Kabupaten Ngada dengan kampung alaminya yang sangat indah. Dan sudah saatnya Kita merasakan sentuhan langsung dengan segala kekayaan budaya yang jarang terlihat bahkan oleh para pengunjung.

Jika kita  ke desa alami atau tradisional  ini akan menjadi menarik dalam bepergian  di Flores setelah melihat Taman Nasional Komodo yang populer itu. Jika kita ke  Ngada bukanlah hal yang sulit karena jalan di Flores tak begitu sulit atau ramai seperti di Pulau Jawa atau Sumatera.

Ngada bersebelahan  dengan Sikka dan Ende sehingga tidak sukar untuk mengunjunginya. Para pengunjung yang sering bepergian lewat arah ke Bajawa. Angkot dan ojek tetap menjadi pilihan tetap bagi para traveler. Opsi lain Kita dapat menyewa kendaraan di Maumere atau di Labuan Bajo.

Ngada sudah memperlihatkan toleransi kepada pengaruh dari luar. Perubahan atau modernisasi telah  membuat hal lazim di ibukotanya yaitu Bajawa. Infrastruktur, fasilitas umum, dan beragam bangunan tidaklah jauh berbeda dengan kota lain di Flores yang sedang berkembang menuju abad ke-22. Akan tetapi, hanya belasan kilometer dari Bajawa, Terdapat desa seolah tak pernah melalui abad 20, bahkan abad 19, desa ini masih terus mempertahankan budaya dengan tradisi kuno yang dipelihara sampai sekarang dengan baik.

Buatlah hari Anda di Desa Bena atau Desa Lupa sebagai hari yang menggembirakan ketika kita melakukan kontak dengan masyarakat kampung tersebut. Supaya lebih akrab patut di coba memakan sirih yang merupakan Tradisi mengasyikan para ibu di tempat itu. Coba Lihat Cara mereka melalui hidup dalam kesehariannya. Hormati kepercayaan dan Budaya mereka maka suatu saat Anda sendiri akan bersyukur betapa hidup ini begitu Penting dan bermakna.

Di Desa Bena atau Desa Lupa kita akan melihat atau mendapati batu-batu seperti taring babi hutan atau raksasa menengadah ke langit bersandar rapi di tepi altar yang juga terbuat dari batu. Konon persembahan bagi para dewa yangg konon katanya dilakukan di atasnya. Penataan lahan dan lanskap arsitektur yang penuh bebatuan tersebut pertanda budaya zaman megalitik masih tersisa dan bertahan di tempat ini. Masih dalam tempat yang itu juga,kita dapati   rumah panggung beratap rumbia berjajar saling berhadapan membawa Anda pada suasana masyarakat tradisional sesungguhnya.

Kampung Bena tempatnya tidak  jauh dari Bajawa kira- kira 12 kilometer saja tetapi dalam perhitungan waktu, desa ini mempunyai kehidupan seolah di abad ke-17 atau 18. Perjalanan ke Desa Bena tak begitu gampang karena kondisi jalan yang belum baik, sehingga lama waktu yang diperlukan dapat sampai sekitar 1 jam.Tetapi  demikian, selalu diingat bahwa kecepatan bukanlah hal utama dalam berpergian. Apa yang akan Anda dapatkan, lihat, rasakan, dan dengar adalah hal  utama sehingga kecepatan rata-rata 12 km/jam pasti bukan masalah.

Anggota masyarakat di Desa Bena merupakan anggota klan tertentu yang diwakili oleh setiap rumah yang berdiri di dalamnya. Rumah di Bena dibagi dalam tiga area, yakni area tamu, area tidur, dan area bekerja. Sementara para pria bekerja di ladang maka para ibu bekerja di serambi sambil menenun kain ikat dengan warna-warni sungguh menawan.Anda dapat melihat cara pembuatan tradisionalnya atau mengapa tidak membelinya langsung.

Di dalam kehidupan masyarakat Bena dan biasanya di desa-desa tradisional di Ngada, sistem matrilineal adalah suatu hal  yang dipertahankan hingga sekarang. Garis keturunan dari ibu selalu mendapat peranan utama, terutama hak waris dan gelar. Namun nyatanya kepemimpinan tidak menjadi harus matriarki di sebabkan masyarakat tradisional di Ngada lentur dengan kepemimpinan para pria.

Pusatkan perhatian kita ke tengah pelataran di Bena untuk mengamati lambang-lambang kepercayaan kuno. Termasuk juga tumpukan batu yang menjadi kuburan para leluhur, seolah dibuatkan rumah oleh masyarakat desanya. Tempat yang dianggap keramat oleh penduduk ini selalunya dalam kondisi rapih dan bersih. Patutlah kita kiranya ikut menghormati dan bertoleransi.

pesona ngada

Walau masih tetap meyakini kepercayaan kepada para leluhur, masyarakat Bena sudah banyak yang beragama Katolik. Kelihatan dari Gambar dan tanda-tanda di atas batu bernuansakan Katolik. Sepertinya, mereka pun meyakini bahwa ada dewa pria atau dewa langit, serta dewa wanita atau dewa bumi. Yang mana keduanya berjalan bergandengan dalam kehidupan masyarakat ini. Hal tersebut tercermin dari aktifnya kegiatan gereja dan juga tumpukan tulang rahang babi dan juga tanduk-tanduk kerbau yang disusun di depan rumah para penduduk desa yang dianggap lebih makmur dan berpengaruh. Itu juga sebagai simbol penting dalam kemasyarakatan.

Bila ingin melihat desa selain bena  maka kita bisa mencoba berkunjung ke kampung Lupa yang sering dikunjungi wisatawan dari luar. Karena berkendaraan sering dianggap sebagai hal yang menjenuhkan maka banyak wisatawan  yang memilih pulang dari Bena dengan cara berjalan kaki sehingga dapat berkunjung ke desa-desa lainnya yang memiliki fitur dan karakter hampir sama.