Tempat Wisata NTT Kampung wisata doka di sikka yang sangat bersahabat

Tempat Wisata NTT Kampung wisata doka Dari Maumere, kota di tepi utara Pulau Flores yang terpisah hanya 20 kilometer saja dari tepi selatannya, perjalanan ke Desa Doka menampilkan pemandangan celah bukit menghijau sangat indah. Perjalanan penuh belokan harus ditempuh menyusuri jalan mendaki bukit yang menjadi ranah pepohonan seperti petai china, kakao, kopra, kemiri, dan jambu mete.

kampung wisata doka di sikka


Keadaan jalan antara utara dan selatan di Kabupaten Sikka yang biasa di sebut sebagai kabupaten seribu nyiur terhitung baik sekali. Meskipun begitu, karena lebar jalan yang sempit dan berkelok maka laju kendaraan tidak bisa lebih dari 40 km per jam. Angkutan umum berwarna oranye yang memuat karung penuh sesak di atasnya sesekali melaju di atas jalanan sempit dari Maumere ke arah Desa Doka.

Kampung Doka adalah sebuah desa di Kelurahan Bola yang diketahui memiliki tenunan kain ikat yang indah. Lebih mempesona lagi bahan pembuatnya didominasi dari alam sekitar. Penduduk Desa Doka sejak dahulu mempunyai keahlian menenun kain tradisonal dengan beragam corak warna.

Kampung Doka menjadi salah satu contoh pembinaan desa wisata di Flores. Awalnya atas bantuan penggagas pariwisata yaitu Kornelis Djawa (alm), tahun 1997 Desa Doka mulai menggeliat. Kini sejak tahun 2010, Cletus Lopez, putra dari Kornelis Djawa, terus menampilkan atraksi desa dan kearifan lokal dari sebuah kampung di balik gunung ini. Tamu yang telah datang ke sini dari berbagai negara dan menyaksikan sendiri kecantikan kain tenunannya.

Dengan rumah berjajar menghadap sebuah jalan penghubung antardesa, Kampung Doka tidak begitu terlihat sama dengan perkampungan tradisional lainnya. Beberapa sudah terbaur dengan modernitas kehidupan di Maumere namun Penduduknya gigih untuk hidup dengan mempertahankan budaya leluhur.

Di Saat tamu datang maka masyarakat desa akan memainkan tarian penyambutan, tarian tradisi, pertunjukan proses pembuatan kain ikat, hingga hidangan makanan dan minuman tradisional. Keramah-tamahan Kampung Doka menjadi daya tarik yang tidak bisa dilewatkan saat Anda berada di Sikka.

Kampung Doka belum lama diketahui dari jalur penjelajahan di Pulau Flores. Kemunculannya membuat warna baru pada petualangan kita sebelum meraup lebih banyak lagi kejanggalan alam yang memesona di Flores, yaitu: Danau Kelimutu di Moni, Batu Biru atau Batu Hijau di pantai menuju Bajawa, pengangkatan dasar laut yang nampak di patahan bukit sepanjang jalur selatan lintas Flores, penempatan altar batu di desa tradisional Boawae, serta aneka keunikan budaya yang masih ada di Pulau Ular ini. Atraksi budaya juga menunggu pengagumnya, mulai dari tarian penyambutan dan pesta tamu di Belaraghi hingga tarian caci di Compang To’e. Kunjungan akhir di bagian barat Flores dapat disempurnakan dengan berkunjung ke rumah Komodo di Taman Nasional Komodo sebagai buah hati bagi Flores juga Indonesia, bahkan mancanegara.

Di daerah  Flores terdapat banyak bahasa daerah yang berbeda, termasuk di Sikka dengan bahasa daerahnya sendiri. Tidak masalah jika Anda pergi dengan seorang pemandu yang paham bahasa di Sikka tetapi bila tidak maka pakailah Bahasa Indonesia yang baik dan benar agar dalam perjalanan lancar tanpa masalah komunikasi.

Tidak Biasanya beberapa tahun lalu dimana jalan di sepanjang Pulau Flores masih sulit di lalui, sekarang lintas Flores membuat perjalanan di atas kendaraan terasa lebih aman tanpa harus terpental jika duduk di kursi bagian belakang. Kualitas jalan sudah sangat bagus, walau tetap akan Anda rasakan belokan dari Maumere hingga Labuan Bajo seperti tak pernah ada hentinya.

Apabila Anda ingin berkunjung berkelompok maka itu lebih baik dan sebelumnya hubungilah Bapak Cletus Lopez selaku pimpinan Sangar Doka Tawa Tana di nomor +62 81372290368.



Akomodasi

Karena lokasi Desa Doka sangat dekat dari Kota Maumere maka pilihan untuk menginap dianjurkan di Maumere yang lebih lengkap dengan bermacam fasilitas dan akomodasi. Biasanya pelancong menjadikan Maumere sebagai awal dari perjalanan di Pulau Flores. Para wisatawan tidak terlalu sering menyisakan terlalu banyak waktu di titik awal perjalanan.

Akomodasi yang biasa dijadikan pilihan bagi para petualang di Pulau Flores yang panjangnya sekitar 450 kilometer adalah:

Sylvia Hotel and Restaurant Jl. Gajah Mada no. 88, Maumere Telp.: 0382 21829 http://www.facebook.com/pages/Hotel-Sylvia-Maumere/129098040491498



Berbelanja

Di salah satu sudut Desa Doka tempat dilangsungkannya tarian dan peragaan pembuatan kain ikat, terpajang rapi pada bambu yang memajangkan berupa warna warni hasil tenunan warga Desa Doka. Kain ikat dipajang sebagai dinding alami dimana ruang tenun terbuka disediakan untuk tamu yang ingin meneliti proses pembuatan kain ikat.

Kain ikat dilabeli harga mulai dari Rp250.000,- hingga Rp2.000.000,-. Hal ini tentunya tergantung dari jenis dan ukuran kain ikat tersebut. Berusaha untuk menawar pastilah bukan hal yang dilarang, bahkan dianjurkan sebagai apresiasi dan tanda ketertarikan Anda pada kain tersebut.

Transportasi

Kampung Doka dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat, bergantung berapa banyak orang dalam kelompok Anda. Menyusuri Jalan utama dari Maumere menuju Waiara maka perlu bertanya kepada penduduk sekitar arah jalan ke selatan menuju Desa Doka.

Bila berkunjung dengan bantuan seorang pemandu maka akan lebih mudah menemukannya. Bila berpetualang sendiri tak usah khawatir sebab setiap orang di sini umumnya mengerti Bahasa Indonesia dengan baik. Angkot berwarna oranye akan menandai perjalanan menuju Desa Doka yang mengesankan.

Kuliner

Biasanya tradisi di berbagai kampung lainnya di Flores, tamu yang datang ke sebuah desa selalu disuguhi sajian simbolis pertanda selamat datang berupa sirih dan tembakau ataupun pinang. Selain itu, persembahan berupa penyajian kue yang terbuat dari beras ketan yang dinamakan lekun dan lazim diberikan kepada tamu dengan minum tuak atau arak dari pohon aren atau lontar yang disebut sopi.

Pinang yang masih berupa buah berukurannya kecil diambil serabutnya di bawah kulit luar yang akan terus dikunyah sehingga lembut. Caranya, kupas bagian terluar buah pinang yang hijau dengan gigi seri ataugigi depan sedikit demi sedikit karena bila menggigitnya terlalu dalam maka pastilah sulit dikupas. Setelah agak dalam dan menemukan serabutnya lalu kumpulkan serabut itu di mulut dan kunyah hingga lembut.

Selagi mengunyah serabut pinang, makanlah pula batang sirih muda yang sudah diberi kapur barus berwarna putih. Anda hanya perlu sedikit sirih saja dengan sedikit kapur, karena sirih dapat membuat kepala Anda pening bila terlalu banyak dikonsumsi dan kapur pun terasa membakar bila berlebih.

Simpan sirih dan kapur di bagian gigi geraham. Mengunyah semua ramuan ini lama kelamaan akan memberikan rasa segar dan menghasilkan warna merah dari percampuran zat kimia alami yang berasal dari sirih dan kapur. Ludahkan air liur Anda yang berlebih dan berwarna merah bila sudah terasa kurang nyaman. Tentunya ini bukan gigitan termanis di dunia namun pengalamannya mungkin adalah hal termanis patut dirasakan.

Tuak atau sopi dibuat dari bahan alami yaitu pohon lontar atau aren. Berbeda dengan arak (juga disebut moke dalam bahasa lokal), tuak tidak begitu banyak mengandung alkohol walau keduanya dapat membuat mabuk bila dikonsumsi berlebih. Dalam penyambutan tamu, janganlah heran bila tuak ditawarkan ke hadapan Anda dalam cangkir yang terbuat dari tempurung kelapa atau tanah liat.



Kegiatan

Tarian keceriaan Tuare tala’u dipersembahkan saat tamu berkunjung di Desa Doka. Tarian ini dulunya hanya digelar bagi prajurit yang pulang berperang dan membawa kemenangan. Prajurit tertangguh dipilih dan diusung di ujung sebatang bambu yang diberi bantalan untuk duduk dan menari di atas perutnya. Inilah sebuah tontonan pamer kekuatan dan keperkasaan. Dipastikan atraksi ini hanya ada di Flores.

Lima orang lebih bergegas memegang sebatang bambu dikelilingi wanita di bawahnya yang terus menari. Wanita-wanita tersebut mengayunkan tangannya sambil mengepit sebilah pisau yang terbuat dari kayu dan diikat dengan bulu ekor kuda dan kain warna-warni sisa jahitan baju yang dipakainya, sapu tangan danhiasan berupa rangkaian bunga-bungaan juga diayunkan di jemarinya yang berwarna indigo. Musik tradisional dari tabuhan kendang dan batang bambu terus mengalun dimainkan setengah lusin pria muda dan tua.

Batang bambu ditegakkan setinggi kira-kira 5 meter dan seorang prajurit terpilih menaiki sebatang bambu tersebut. Seolah bilah kincir angin yang berputar-putar menari di ujungnya dengan sigap para penyangga bambu di bawahnya memastikan posisi bambu tak miring dan tetap aman bagi pahlawan desa.

Terlihat jelas semua penari menggunakan kain ikat, baik itu dengan sarung ikat dan ikat kepala, maupun wanita yang juga menggunakan sarung serta selendang kain ikat. Mayoritas warna yang digunakan adalah hitam. Kain ini menemani dan melindungi mereka saat damai maupun saat peperangan di masa lalu.

Kain ikat yang diproduksi masyarakat Desa Doka termasuk yang terbaik karena memiliki ciri khas desainnya. Warga desa dengan senang hati mempertunjukkan cara pembuatannya. Semua yang tertenun di antara lintangan benang menjadi perlambang penghormatan kepada alam dan Tuhan yang di sembah. Pewarnaan pun begitu apik dilakukan dengan menggunakan bahan dasar pewarna dari saripati tumbuhan alami. Tak hanya pewarnaan, pemintalan kapas hingga menjadi benang dan siap ditenun pun dilakukan secara mandiri di Desa Doka.

Pewarnaan menggunakan akar mengkudu (Morinda citrifolia), asam (Tamarindus indica) sebagai kanji, indogo (indigofera), dan loba (Symplocos). Semua bahan alami tersebut didapatkan di hutan-hutan perbukitan dan ditanam sekitar Desa Doka, Kabupaten Sikka, Pulau Flores.

Seusai tarian selesai maka masyarakat seluruhnya biasa bergabung untuk mengikuti tarian masal. Dipersembahkan juga tarian lain yang menunjukkan persatuan masyarakat desa yang saling bahu membahu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bercocok tanam. Nampak bahwa sejak lama mereka telah mengenal sistem bercocok tanam.

Suku-suku di Flores memiliki kepercayaan tradisional kepada Dewa Matahari-Bulan-Bumi. Kepercayaan tersebut bersifat astral dan kosmologis yang berasal dari pola hidup agraris. Mereka hidup dari kebaikan langit (hujan) dan bumi (tanaman). Lahan pertanian yang cenderung tandus membuat orang Flores sungguh-sungguh berharap pada berkah Dewa Langit dan Dewi Bumi.

 Sumber: indonesia.travel