Kebudayaan orang Timor NTT

Orang Timor yang daerahnya terletak berdekatan dengan Negara Timor Leste dan Australia ternyata memiliki kebudayaan tersendiri. Tak berbeda dengan daerah lain di Indonesia, warga Timor yang lebih tepatnya masyarakat Amanatun Selatan memiliki kebudayaan yang cukup unik dan jarang dapat kita jumpai di kota-kota besar Indonesia.

Kebudayaan tersebut antara lain adalah budaya panggang pada Ibu dan bayi sesudah proses persalinan, budaya tenun, budaya tegur-sapa, budaya sirih pinang, dan budaya dansa dalam acara pernikahan. Disini saya akan menguraikan budaya tersebut satu persatu.

1. Budaya panggang pada Ibu dan bayi

Budaya satu ini mungkin cukup asing didengar oleh masayarakat di luar Timor. Saya sendiri cukup terkejut setelah mendengar cerita mengenai kebudayaan satu ini. Bagi orang Timor, seorang Ibu yang telah melewati proses persalinan harus dipanggang beserta sang bayi di dalam sebuah rumah bulat. Menurt cerita, di dalam rumah bulat tersebut, Ibu dan sang bayi berada di atas bara api. Seperti yang diketahui, rumah bulat yang terbuat dari alang-alang tidak memiliki jendela dan hanya berpintu satu saja di bagian muka rumah. Hal tersebut menyebabkan pertukaran udara dan cahaya matahari sangat minim sekali. Selain itu, jika bara api berada di dalam rumah tersebut, maka akan menghasilkan banyaknya asap yang tidak baik untuk dihirup orang yang berada didalam rumah tersebut. Namun anggapan kita terhadap hal tersebut adalah salah. Setelah mendengar cerita dari berbagai masyarakat disana, ternya bara api yang ada di dalam rumah bulat tersebut tidak menghasilkan asap yang dapat mengganggu pernapasan.

Bagaimana menurut anda mengenai kebudayaan satu ini? Dari segi kesehatan, seorang Ibu dan bayi yang baru saya dilahirkan memerlukan sedikit waktu untuk beristirahat. Bayangkan seorang Ibu yang baru saja melewati proses persalinan harus dipanggang di rumah tersebut. Namun, hal tersebut tidak terlalu dihiraukan karena bagi orang Timor budaya panggang adalah suatu adat yang tidak dapat dihiliangkan dari diri mereka. Selain itu, bayi yang baru dilahirkan memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan di dunia yang cukup berbeda dengan kondisi didalam perut Ibu. Karena harus mengikuti budaya ini, sang bayi yang baru belajar mengenal lingkungan harus merasakan kurangnya pertukaran udara di rumah tersebut. Seperti yang kita tahu, kurangnya oksigen yang terhirup sangatlah tidak baik untuk kesehatan.

Berapa lamakah seorang Ibu berada didalam rumah bulat? Menurut cerita yang saya dengar, Ibu dan bayi berada disana selama 40 hari. Pada hari pertama hingga hari keempat pasca melahirkan, Ibu tidak boleh turun dari tempat tidur namun sang bayi boleh turun jika ingin dimandikan saja oleh orang lain selain sang Ibu. Selain itu, ada pula budaya Tatobi yang berarti perut sang Ibu dikompres dengan air panas selama 40 hari berturut-turut. Namun, saat ini sudah dibuat peraturan yang menyatakan bahwa jika masih ditemukan warga yang melakukan budaya panggang maka akan dikenakan denda sebesar tiga ratus lima puluh ribu rupiah.

2. Budaya tenun

Budaya tenun mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita, karena banyak daerah di Indonesia yang juga memiliki budaya satu ini. Budaya tenun di Indonesia juga sudah berkembang pesat dan juga sudah menjadi devisa bagi negara ini. Namun, hasil tenun di Timor mungkin berbeda dengan hasil tenun di kota-kota besar Indonesia yang sebagian besar dihasilkan melalui alat yang canggih. Lalu, bagaimana dengan budaya tenun di Timor? Jika kita berkunjung di Amanatun Selatan, kita dapat menjumpai kelompok-kelompok kecil yang menjual hasil tenun mereka. Menurut saya, motif tenun yang dihasilkan orang Timor sangat jarang kita jumpai di Jakarta. Orang Timor memiliki 3 motif utama dalam hasil tenunnya sehingga memberikan ciri khas tersendiri, yaitu lotis dan buna. Selain itu, motif tenun tersebut juga dapat diaplikasikan dalam pembuatan manik-manik, seperti tas, kotak sirih, tas hp, dan dompet.


Umumnya hasil tenun orang Timor, berupa selendang, sarung, dan selimut. Ketiga hasil tenun tersebut memiliki fungsi pemakaian yang berbeda. Selendang biasanya diberikan orang Timor kepada pendatang, misalnya dokter sebagai adat penerimaan orang baru di daerahnya. Selendang dapat digunakan sebagai syal, ataupun untuk menutupi kepala. Kemudian, sarung memiliki ukuran yang cukup besar. Biasanya sarung digunakan bapak-bapak. Lalu, selimut memiliki ukuran yang lebih besar dari sarung. Karena Amanatun Selatan memiliki suhu yang dingin, selimut digunakan sebagian banyak penduduk sebagai selimut yang dilingkarkan di badan saat di luar rumah.

Jika ingin membeli satu hasil tenun, janganlah terkejut dengan harga yang ditawarkan. Umumnya selendang dijual dengan kisaran harga Rp. 20.000 s.d Rp. 100.000, sarung dijual dengan harga Rp. 200.000 s.d Rp. 500.000, dan selimut dijual dengan harga yang hampir sama dengan sarung, bahkan ada yang mencapai harga 1 juta. Semakin mahal harga yang ditawarkan, kualitas benang dan motif kain tenun lebih bagus. Namun, harga-harga yang ditawarkan tersebut mungkin tidak sebanding dengan proses pembuatannya. Proses pembuatan tenun asli Timor memakan waktu yang sangat lama, setidaknya dibutuhkan waktu lebih dari 1 bulan lamanya.

Kain tenun yang dihasilkan memiliki kerapatan benang yang sangat tinggi. Benang yang digunakan untuk tenun dibuat asli dari kapas. Langkah-langkah pembuatan kain tenun adalah sebagai berikut. Pertama, buah kapas diambil dan dibersihkan dari biji. Kemudian, kapas dihaluskan dan mulai dihasilkan benang. Lalu, benang dipintal dan diwarnai dengan pewarna alami. Pewarna alami tersebut dihasilkan oleh tumbuhan, sehingga pembuatan tenun ini jauh dari penggunaan bahan kimia. Selanjutnya, proses penenunan dimulai. Penenunan menggunakan alat yang sederhana dan tidak menggunakan alat seperti di pabrik.

3. Budaya tegur-sapa


Budaya satu ini sangat mengagetkan orang-orang pendatang ke wilayah Timor, Amanatun Selatan. Bagaiman tidak, saat berjalan kaki tiba-tiba ada orang yang mengucapkan “Selamat”. Oleh karena itu, saya menilai orang Timor sangat sopan dan bersahabat dengan orang lain meskipun tidak mereka kenal. Hal ini sangat jarang dijumpai di daerah perkotaan di Indonesia, yang mana pada orang yang sudah dikenal saja masih sulit untuk mengucap salam, apalagi antar orang yang saling tidak mengenal. Bagi kita yang tinggal di kota besar, jika ada orang tak dikenal menyapa kita, kita pasti akan merasa aneh dan menjadi waspada karena takut orang tersebut adalah orang yang berniat jahat. Sangat jauh berbanding terbalik jika kita berada di Amanatun Selatan, semua orang jika berpapasan akan saling senyum dan tegur sapa. Mungkin budaya satu ini patut dicontoh oleh masyarakat yang tinggal di kota besar sehingga tiap-tiap orang dapat akrab tanpa melihat suku, budaya, agama, warna kulit, dan jabatan. Selain senyum dan tegur-sapa, kita juga dapat melihat kebiasaan orang Timor, yaitu salam dengan menempelkan hidung. Mungkin ini juga jarang dijumpai di daerah lain. Namun, bagi saya hal ini adalah ciri khas tersendiri dari orang Timor.

4. Budaya sirih pinang

Mungkin di Jakarta pun kita dapat melihat banyaknya nenek-nenek ataupun kakek-kakek yang sering makan sirih pinang. Namun, masih sangat jarang sekali dapat kita jumpai. Jika kita berada di Amanatun Selatan, kita dapat menjumpai hampir setiap orang, mulai dari kecil hingga tua, senantiasa memakan sirih pinang. Bagi orang Timor sirih pinang digunakan sebagai pengganti merokok ataupun memakan permen. Namun, ada satu yang unik dari budaya sirih pinang, yakni sirih pinang digunakan sebagai penerimaan secara adat. Contohnya, jika berkunjung ke rumah seorang warga yang tidak kita kenal, mereka akan mengeluarkan sebuah kotak yang berisikan sirih, pinang, kapur, buah sirih ataupun kapur untuk diberikan kepada kita. Arti dari pemberiaan sirih pinang adalah orang yang rumahnya kita kunjungi tersebut menerima kita secara adat. Oleh karena itu, ada baiknya jika saat mengunjungi suatu rumah dan ditawarkan sirih pinang, kita mengambilnya saja meskipun tidak langsung kita makan. Hal tersebut juga sebagai penghormatan kita terhadap orang tersebut.

5. Budaya dansa

Selama berada di Timor, saya baru pertama kali menghadiri acara resepsi suatu pernikahan. Jika diamati dan mendengar cerita dari orang terdekat, di dalam acara pernikahan tersebut ada suatu acara khusus, yakni berdansa. Bagi orang yang berasal dari Jawa mungkin merasa asing dengan budaya satu ini. Namun, bagi orang yang berasal dari Indonesia bagian Timur mungkin sudah mengenal budaya satu ini. Budaya dansa di Timor cukup menarik perhatian. Biasaanya waktu untuk berdansa diadakan saat larut malam. Selain itu, acara resepsi pernikahan yang dimulai sejak malam sekitar pukul 7 malam akan berakhir hingga keesokan pagi harinya. Lalu, jika kita diajak berdansa oleh seorang pria (1) dan kita mau untuk berdansa dengannya, maka selanjutnya bila kita ditawari pria lain (2) untuk berdansa, kita harus berdansa dengan pria lain tersebut. Jika kita menolak berdansa dengan pria 2, maka pria 2 akan berkelahi dengan pria 1. Begitulah budaya dansa di Timor.

Mungkin hanya sebagian kecil kebudayaan orang Timor yang dapat tertuang di dalam tulisan ini. Untuk mengetahui lebih banyak lagi mengenai kebudayaan orang Timor, ada baiknya langsung berkunjung ke Timor. Kita tidak akan menyesal berkunjung kesana, karena selain untuk mempelajari kebudayaannya kita juga dapat menikmati indahnya alam Timor. Selain itu, kita dapat melihat Australia dari puncak gunung tertinggi di Timor yang bernama, Babia. Oleh karena itu, ayo berkunjung kesana. Daripada menghabiskan uang yang cukup besar untuk berlibur ke luar negeri, ada baiknya kita menghabiskan uang yang tidak banyak untuk berlibur di negeri sendiri.